RUBRIK

Semakin Lincah Hadapi Tantangan Baru

Transformasi organisasi menjadi langkah untuk mengoptimalkan kinerja menuju arah pengembangan bisnis ICON+ di masa yang akan datang.

 

Perusahaan-perusahaan besar, yang usianya telah melewati beberapa dekade sekalipun, tidak selalu berada di puncak kejayaan. Ada kalanya mengalami masa-masa sulit, terutama ketika zaman berubah dan perusahaan dihadapkan pada berbagai tantangan baru. Kemampuan untuk menyesuaikan diri menjadi faktor kunci yang membuat banyak perusahaan mampu bertahan dalam setiap perubahan.

Keputusan untuk beradaptasi, tidak selamanya hanya didasari oleh keinginan untuk sekadar bertahan. Tekad untuk menjadi lebih besar dan unggul dalam persaingan, juga bisa menjadi motif yang tepat. Hal demikian berlaku bagi ICON+. Sebagai upaya mendukung pengembangan bisnis sekaligus bukti nyata dukungan ICON+ terhadap Transformasi PT PLN (Persero) yang telah bergulir sejak tahun lalu, ICON+ terus menyesuaikan diri, salah satunya dengan menempuh transformasi organisasi pada 2021 ini.

Yuni Suryanto, Direktur Finance and Human Capital ICON+ mengatakan, Transformasi PLN memiliki empat aspirasi: Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused. Dalam empat aspirasi ini terdapat 20 breakthrough (terobosan), salah satunya Fiber Optic Rollout, yakni membangun jaringan fiber optik ke seluruh Tanah Air. Sebagai satu-satunya anak perusahaan PLN yang bergerak di bidang ICT, dengan memanfaatkan infrastruktur PLN, ICON+ diharapkan mampu memenuhi harapan ini.

Dorongan lain yang juga menjadi faktor ditempuhnya transformasi organisasi ialah program Beyond kWh PLN. Program ini salah satunya ditunjang oleh New PLN Mobile, aplikasi yang tidak hanya memberi kemudahan, tetapi juga menyajikan pengalaman terbaik kepada pelanggan. Dilengkapi sembilan fitur utama, New PLN Mobile merupakan total solusi kelistrikan bagi pelanggan.

“Selain New PLN Mobile, Program Beyond kWh ini bercita-cita membantu marketplace bagi UMKM. Baik fiber rollout dan marketplace ini nantinya diserahkan PLN kepada ICON+,” ucap Yuni.
Yuni menambahkan, guna mendukung terobosan fiber optic rollout dan program Beyond kWh, ICON+ kemudian melakukan pengembangan organisasi. Untuk Fiber optic rollout yang erat kaitannya dengan bisnis retail, ICON+ menciptakan Bidang Retail.

Fungsi baru yang dipimpin setingkat manajer ini hadir di seluruh Sentral Business Unit (SBU) ICON+. Sementara untuk Beyond kWh, ICON+ membentuk Divisi Beyond kWh yang dipimpin pejabat setingkat Vice President di Kantor Pusat.

Untuk membesarkan perusahaan, lanjut Yuni, tentu dibutuhkan dukungan dari SDM. Kendati demikian, pengembangan tetap disesuaikan berdasarkan kebutuhan perusahaan. Pada segmen retail, jumlah SDM yang dibutuhkan memang terbilang besar. Ini dapat dipahami mengingat segmen retail sifatnya sangat masif sehingga membutuhkan banyak orang. Sementara Beyond kWh kebutuhannya saat ini belum begitu besar sehingga dipimpin seorang VP dengan tiga manajer bidang.

“Tapi bisa saja tiga sampai empat tahun lagi, marketplace-nya sudah besar sehingga tidak bisa lagi hanya ditangani oleh pusat, sehingga ditangani oleh SBU-SBU yang UMKM di wilayahnya maju,” jelas Yuni.

 

Perkuat Budaya dan Digitalisasi Proses Bisnis

Pria kelahiran Yogyakarta, 1964, ini menambahkan, agar fungsi yang baru saja dibentuk ini mampu bergerak seirama dengan fungsi-fungsi yang telah ada di ICON+, Direktorat Human Capital ICON+ telah mempersiapkan berbagai cara, salah satunya pelatihan menggunakan microlearning. Melalui sistem pelatihan daring yang dirancang oleh ICON+ ini, ICONers dapat mengikuti pelatihan di mana saja dan kapan saja sesuai dengan kesempatan yang dimilikinya.

Selain meningkatkan kompetensi, penguatan akan budaya perusahaan juga tak boleh dilupakan. Selain telah memiliki Tata Nilai dan Budaya Kerja sendiri, ICON+ telah mengadopsi budaya AKHLAK yang merupakan shared value BUMN di Indonesia. Kedua Tata Nilai ini pun, seperti disampaikan Yuni, tidak bertentangan satu sama lain dan justru saling menguatkan. Sosialisasi Budaya AKHLAK ini telah dilakukan oleh seluruh unit yang terdapat di ICON+.

“Kita sudah punya budaya kerja. Yang terpenting adalah mengimplementasikan dan memaksimalkan budaya yang sudah dimiliki kemudian dimonitor oleh perusahaan,” ujar Yuni.

Di samping pengembangan organisasi, digitalisasi proses bisnis juga menjadi bagian dari upaya ICON+ untuk semakin sigap menjalani dinamika bisnis. Di bawah Direktorat Finance and Human Capital, misalnya, digitalisasi dilakukan mulai dari mengubah dokumen penagihan dan pelaporan. Proses penagihan yang sebelumnya dilakukan dengan membawa banyak dokumen kini cukup membawa atau mengirimkan softcopy. Hal ini jelas mempercepat proses bisnis ICON+.

Proses digitalisasi ini juga semakin mempercepat proses pelaporan yang pada gilirannya akan memudahkan top management dalam mengambil keputusan. Laporan keuangan berhasil dibuat jauh lebih cepat dan akurat dengan adanya digitalisasi proses bisnis ini.

“Membantu tidak harus dengan orang yang banyak, bisa juga dengan sistem yang bagus. Digitalisasi akan mempercepat surat, tagihan, dan monitoring terhadap investasi,” terang Yuni.

 

Teamwork yang Solid

Yuni meyakini transformasi organisasi yang ditempuh dengan segala upaya yang telah, tengah, dan akan dilakukan akan dapat mendukung Transformasi PLN sekaligus mengembangkan bisnis ICON+. Namun ia berharap kekompakan ICONers yang telah terjalin selama ini dapat terus dipertahankan. Hal lain yang tak luput dari perhatiannya sebisa mungkin menghindari adanya silo di dalam perusahaan.

Menurut Yuni, sikap mementingkan kelompok atau golongan dibandingkan kepentingan bersama sering kali terjadi bukan didasari kesengajaan. Banyak orang yang kemudian melakukan hal tersebut tanpa sadar atau ketika berada di bawah tekanan. Padahal setiap direktorat, divisi, maupun bidang memiliki masalahnya sendiri. Kesadaran seperti inilah yang perlu dibangun sehingga tidak ada silo di ICON+.

Kepada ICONers, terutama generasi milenial yang populasinya mencapai 60 persen dari total pegawai di ICON+, Yuni menitipkan harap agar tak pernah berhenti berinovasi. Banyak perusahaan yang mati lantaran tidak bisa berinovasi. Inovasi yang dikembangkan tak harus selalu produk-produk baru, tetapi juga cara-cara baru yang mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan lebih hemat. Yang tidak kalah penting, ide yang dikeluarkan harus dipikirkan secara komprehensif.

“Keluarkan semua ide-ide, tetapi pikirkan juga cara menjualnya. Kalau produknya banyak, tapi tidak bisa menjual maka akan membebani keuangan. Kita harus memikirkan bagaimana ide menjadi produk kemudian cara menjualnya. Setelah terjual akan menjadi cash flow,” harap Yuni.

iQuiz 12 – 2022
close slider

iQuiz 12 - 2022

PLN Icon Plus hadirkan layanan I-WIN untuk memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap layanan manage service wi-fi. Layanan I-WIN merupakan solusi terbaik yang disediakan dalam bentuk …